Senin, 29 Oktober 2012

Rahasia Doa Menjelang dan Bangun Tidur

0 komentar

Setiap hendak tidur di malam hari, idealnya seorang membaca doa sebelum tidur yang lebih kurang berbunyi: “Bismika allahumma aya wa bismika amūt”. Di samping itu juga dianjurkan untuk ditambah dengan bacaan-bacaan lain seperti mau’izatain, ayat al-kursi, dan sebagainya. Pada dasarnya, semua itu merupakan wujud dari penyerahan diri kepada Allah sang Penjaga manusia, karena tidak dapat dipungkiri bahwa kita selalu berada di bawah lindungan Allah.
Di saat tidur, resiko seseorang mendapatkan gangguan sangat banyak sekali. Dan gangguan itu bisa datang dari mana saja, mulai dari hal yang nyata seumpama hewan kecil di sekitarnya seperti serangga, semut, nyamuk, dan sebagainya, hingga yang metafisis yang memungkinkan seorang mengalami mimpi buruk. Maka siapa lagi yang menjaga seorang yang tidur selain Allah?
Begitu juga di saat bangun di esok harinya, hendaknya seseorang membaca doa lagi yang lebih kurang berbunyi “Alhamdu lillahi allazi ahyana ba’da ma amatana wa ilaihi an-nusyur”. Doa ini merupakan ungkapan syukur seorang hamba kepada Tuhannya (Allah swt) yang telah menjaganya di waktu tidur dari segala macam gangguan dan membangunkannya dengan selamat di waktu pagi. Dan tidur yang nyenyak dan berkualitas adalah suatu nikmat yang tiada tara harganya.
Namun, di balik semua itu, perlu kita perhatikan suatu rahasia dari kedua doa tersebut. Sewaktu mau tidur, kalimat doa mengindikasikan pembicara (yang berdoa) dalam konteks individu. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan kata ‘ahya’ dan ‘amut’, yang dalam gramatika bahasa Arab merupakan fi’il mudhari’ yang mengandung dhamir ‘ana’ yang berarti saya. Dan sebaliknya doa sewaktu bangun menggunakan kata ‘ahyana’ dan ‘amatana’ yang mengandung dhamir  nahnu’ yang berarti kami atau kita. Lantas, apa yang menjadi rahasia kedua doa ini? Perhatikan pembahasan berikut ini!
Sebagaimana di sampaikan di atas, kata ‘ahya’ merupakan fi’il mudhari’ (kata kerja yang berarti future atau continious dalam bahasa Inggris). Kata ini mengandung dhamir ‘ana’ sehingga memiliki arti ‘saya hidup’. Tidak berbeda dengan kata ‘amut’. Ia juga mengandung dhamir ‘ana’ sehingga berarti ‘saya mati’. Sehingga, jika diterjemahkan secara keseluruhan, doa tersebut bermakna “Dengan nama Engkau lah ya Allah aku hidup dan dengan nama Engkau pulalah aku mati”. Sementara pada doa bangun tidur, dhamir ‘ana’ tersebut berubah menjadi ‘nahnu’ dan posisinya pun berubah dari subjek menjadi objek. Hal ini terbukti dengan redaksi doa ‘ahyana’ dan ‘amatana’. Kedua berarti ‘menghidupkan kami’ dan ‘mematikan kami’. Dan jika diterjemahkan secara keseluruhan akan berarti “Segala puji bagi (Allah) yang menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepada-Nya lah tempat kembali” . Mari kita kupas satu per satu.
Doa bangun tidur ini tidak hanya bermakna pengungkapan rasa syukur. Lebih dari itu, ia merupakan penegasan status manusia sebagi makhluk sosial. Ia juga menjadi ungkapan optimisme seseorang yang konsisten untuk menjalani kehidupan sosial. Kata ‘ahyana’ mengindikasikan ketidakmampuan manusia untuk hidup sendiri. untuk itu, setiap manusia secara mutlak membutuhkan hubungan sosial. Ia hidup dalam lingkup sosial dalam tatanan yang kompleks. Makanya kata tersebut diiringi dhamir ‘nahnu’.
Sebagai konsekuensinya, setiap manusia harus memperhatikan nilai-nilai dalam menjalankan interaksi sosialnya. Ia harus pintar bersikap di tengah masyarakat sosial dengan tolok ukur norma dan nilai yang berlaku. Nilai dan norma tersebut bisa berasal dari agama, adat, kesopanan, maupun kesadaran kolektif yang menyatakan bahwa sesuatu pekerjaan itu baik dan yang lainnya buruk. Ia dituntut untuk menghindari setiap benturan yang sangat mungkin terjadi antara individu dan inddividu lainnya. Sedapat mungkin jumlah penyimpangan sosial harus ditekan. Dengan itu, berarti ia telah berhasil membuktikan konsistensi dari ungkapan optimismenya di setiap bangun tidur.
Namun, status manusia  sebagai makhluk sosial tersebut hilang saat ia mulai memasuki alam akhirat. Kata ‘amut’ dalam doa sebelum tidur tersebut tidak lagi bermakna plural, melainkan berubah menjadi singular. Berarti, untuk menghadapi kematian dan alam-alam setelahnya, manusia berubah menjadi makhluk yang individual. Semenjak dijemput oleh Izra’il, manusia tida dapat lagi memikirkan orang lain, apakah anak, istri , orang tua, teman, apalagi negara. Setiap manusia hanya sibuk dengan urusan pribadi mereka. Tiada lagi hubungan saling ketergantungan antar individu sebagaimana kehidupan dunia. Secara teologi pun, banyak sekali ayat al-Qur’an yang menjelaskan hal ini.
Di samping itu, doa sebelum tidur ini merupakan ikrar kesiapan manusia untuk menempuh kematian. Ia juga merupakan ungkapan kesiapan untuk menghadapi kehidupan akhirat yang serba individual. Coba Anda perhatikan makna lugas dari doa tersebut, dengan lantang redaksinya berbunyi “Dengan nama Engkau pulalah aku mati”. Dengan pemaknaan yang sedikit cermat, doa tersebut berarti ungkapan pembicara (yang berdoa) mengenai kesiapannya untuk menempuh kematian. Bukankah orang yang dengan lantang menyatakan sesuatu berarti ia telah siap dengan segala konsekuensi dari ungkapannya itu?
Jadi, doa yang selama ini dibaca menjelang dan setelah tidur bukanlah hal yang sederhana. Lebih dari itu, keduanya mempunyai makna yang sangat mendalam. Bukan hanya sebagai permohonan perlindungan dan ungkapan rasa syukur semata, melainkan juga sebagai ungkapan optimis untuk hidup sebaik mungkin sekaligus ikrar kesiapan untuk menempuh kematian.
Wallahu a’lamu bi as-shawwabi!

Leave a Reply

 
aLBayan © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

You can add link or short description here