Rabu, 31 Oktober 2012, Komisi Pemilihan Ketua IPST (KPKI),
di bawah bimbingan waka kesiswaan mengadakan acara dialog interaktif antar
kandidat Ketua IPST bersama seluruh santri. Acara tersebut dimulai dengan
penyampaian visi dan misi oleh kelima kandidat. Mereka adalah M. Ulil Albab, M.
Jufri, Hamzah Habibi, Irsyad, dan Syamratul Fuadi.
Setelah menyampaikan visi-misi, kehebohan meningkat seiring
dibukanya termen tanya jawab. Sesaat termen tanya jawab dibuka oleh Ust.
Fadhli, terlihat antusiasme santri untuk menanggapi visi-misi yang disampaikan
kelima calon. Akan tetapi, karena waktu yang terbatas, pertanyaan yang dibuka
hanya terbatas kepada lima penanya saja.
Dari kelima pertanyaan, ada dua pertanyaan yang menjadi
pusat perhatian para santri. Joni Pradiva dan Robbi Hidayatul Ilmi
mempertanyakan, IPST kedepan akan seperti apa menanggapi keterlibatan santri
Tsanawiyah dalam IPST. Mereka merasakan
bahwa selama ini, santri Tsanawiyah cenderung dianaktirikan dalam keaktifan di
IPST. IPST didominasi oleh santri Aliyah dan mengesampingkan potensi dan
kemampuan santri Tsanawiyah. Oleh sebab itu, kedua penanya ini menyampaikan,
bagaimanakah cari para kandidat untuk melibatkan santri Tsanawiyah dalam IPST
mendatang secara lebih aktif?
Kelima kandidat cenderung menjawab pertanyaan dengan
seragam. Mereka menyatakan bahwa selama ini santri Tsanawiyah memang belum
pantas memiliki keterlibatan yang lebih dalam IPST. Hal ini tidak lain karena
kemampuan dan kamatangan mereka yang masih belum siap untuk diberikan sebuah
jabatan. Hal ini dibuktikan, menurut para calon, susahnya santri Tsanawiyah
untuk menenangkan diri mereka di masjid.
Menurut beberapa santri, jawaban mereka tidak memuaskan
dalam hal ini. Ertia Reskinta, umpamanya, menyayangkan para kandidat
berpendapat seperti ini. “Mengapa kami tidak bisa? Di SMP lain toh OSIS juga
berkembang bagus. Apa bedanya siswa SMP dengan santri Tsanawiyah MST Parabek?”
ungkapnya. Protes ini ternyata tidak hanya dirasakan oleh Ertia saja.
Sepertinya, mayoritas santri Tsanawiyah merasakan hal yang sama, dibuktikan
dengan kegaduhan yang meningkat ketika pertanyaan tersebut dijawab oleh para
kandidat.
Permasalahannya sepertinya berasal dari jawaban para
kandidat yang tidak memuaskan. Pertanyaan yang diajukan oleh penanya adalah
solusi. Bagaimanakah jurus yang akan dijalankan para kandidat jika mereka
terpilih dan menjabat untuk menyelesaikan masalah ini? Sayangnya, para kandidat
justru menyoroti hal lain, yaitu penyebab. Mereka menyampaikan bahwa penyebab
mengapa santri Tsanawiyah tidak dilibatkan secara intensif dalam IPST. Kedua
hal ini tentu berbeda.
Pertanyaan selanjutnya yang juga menjadi pusat perhatian
adalah pertanyaan terakhir yang disampaikan oleh Putri Laila. Ia menyampaikan
problem yang sama, kecemburuan santri putri karena tidak mendapatkan porsi
olahraga yang layak. Menurut Putri, selama ini, dalam IPST, santri putri
cenderung terpinggirkan dalam hal olahraga. Padahal, kondisnya santri putri
juga mengingkan hal tersebut. Jadi, Putri menanyakan, bagaimanakah selanjutnya,
apa yang akan dilaksanakan oleh ketua IPST terpilih nanti untuk menyelesaikan
masalah ini?
Akan tetapi, sekali lagi, para kandidat berhenti pada aspek
‘sebab’ dalam menjawab hal ini. Mereka tidak terus melanjutkan dengan solusi.
Mereka manyampaikan santri putri sedikit terpinggirkan dalam hal olahraga
adalah karena sekolah kita adalah pesantren. Oleh sebab itu, santri putri tidak
bisa bebas berolahraga seperti halnya laki-laki. Tentu saja pesantren tidak
akan mengizinkan santri putri untuk melakukan olahraga yang membuka aurat
mereka? Jawab salah seorang kandidat.
Mengenai pertanyaan kelima ini, beberapa santri setuju dan
beberapa lainnya tidak setuju. Novia Anggraini misalnya, menyampaikan bahwa
jika selama ini santri putri tidak mendapatkan porsi yang layak juga
dikarenakan aspek fasilitas. Akan tetapi, sebenarnya pesantren telah bergerak
untuk memperbaiki hal tersebut. Sebagia contoh, putri diberikan kegiatan
taekwondo yang diadakan di aula. Selain itu, setiap Jumat pagi, santri putri
asrama juga bisa melakukan senam pagi di halaman sekolah. Pada intinya, semua
itu bergantung pada manajemen yang baik. Oleh sebab itu, bagaimanakah ketua
mendatang menyikapi kedua hal ini? Mari kita tunggu. [IML]